BOROBUDUR WRITERS & CULTURAL FESTIVAL 2015
Magelang – Pada 12-14 November 2015 kembali digelarBorobudur Writers & Cultural Festival yang ke 4 di Jogjakarata dan wilayah Candi Borobudur, Jawa Tenggah. Acara yang diselenggarakan oleh Samana Foundation dengan mengandeng PT. Taman Wisata Candi (TWC) ini mengangkat tema: Gunung, Bencana, dan Mitologi di Nusantara.
Perhelatan kerjasama ini merupakan upaya mengangkat khazanah pengetahuan dan peradaban Nusantara ini mengambil inspirasi Candi Borobudur sebagai “source of learning”, mengangkat nilai-nilai filosofi di baliknya. Festival 3 hari ini dihadiri pelbagai pihak lintas ilmu dan disiplin antara lain para budayawan, Sastrawan, akademisi di dalam maupun luar negeri, peneliti, jurnalis, penulis, novelis, penyair, seniman, musisi, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat pemerhati sejarah Nusantara – di mana acara tahunan merangkul hadirin untuk saling bertukar pemikiran, bertukar karya buku, dan yang tidak kalah penting adalah memperkukuh persahabatan di antara sesama.
Acara diawali dengan temu pembicara di Hotel Inna Garuda, Malioboro Yogyakarta bekerjasama dengan Inna Group pada 12 November. Kemudian acara inti pada 13-14 November dilanjutkan di Magelang yaitu di Hotel Manohara-TWC Candi Borobudur, wilayah Desa Krandegan di Gunung Sumbing serta Rumah Semar dengan mengeglar seminar, pentas musik, seni gunung, pembacaan puisi, pemutaran film, pameran foto, pesta buku, dan pemberian penghargaan.
Seminar terbagi dalam tiga sesi dengan fokus gunung. Sesi pertama diawali dengan topik “Letusan Gunung dan Peradaban di Nusantara”. Sesi ini membahas peradaban yang terkubur akibat letusan Gunung Tambora di NTT, Gunung Merapi di Jawa Tengah, dan misteri kawah raksasa Toba di Sumatera Utara. Sesi kedua topik tentang “Gunung Padang dan Kontroversinya”. Sesi ini hendak membincang perbedaan temuan Gunung Padang sebagai kultur peradaban tinggi atau nature alias buatan alam. Dua pandangan yang berbeda ini hendak disampaikan dalam forum ini dengan bukti-bukti yang secara akademis sama-sama kuat. Kemudian sesi ketiga topiknya tentang “Mitologi dan Gunung di Nusantara”. Sesi ini akan mendiskusikan makna-makna terkait gunung di nusantara. Peradaban gunung secara arkaik telah lama menjelma ke dalam praktik-praktik kehidupan masyarakat Nusantara. Sesi ini akan memaparkan beragam budaya gunung dari pelbagai tempat di Nusantara.
Topik gunung dan peradaban di Nusantara ini diperkuat pada pameran foto bekerjasama dengan Bentara Budaya. Pameran ini memajang foto-foto Gunung Tambora di NTT dan Gunung Penanggungan di Jawa Timur. Gunung Tambora merupakan gunung dengan letusan kuat yang dalam riwayatnya memusnahkan sebuah puah peradaban di sekelilingnya dan kegelapan di Eropa selama 2 tahun. Sedangkan Gunung Penanggungan merupakan pusat kosmis kehidupan spiritual pada masa Majapahit.
Yang menarik dari BWCF adanya kegiatan berangkat bersama menuju pedalaman desa di kaki Gunung dan pertunjukan “Seni Gunung”dari Komunitas Lima Gunung. Menjadi bagian dari kesenian di Desa Krandegan yang diselenggarakan di Gunung Sumbing mengajak semua yang hadir mengalami ungkapan kegunungan lewat seni rakyat. Di sana akan terlihat gunung dari masa lampau hingga kini menyimpan letupan-letupan budaya yang energik. Di sana juga akan dilantunkan sajak-sajak yang mengungkapkan kegunungan dalam “Puisi Gunung”.
Di ujung perhelatan BWCF 2015 akan diserahkan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada sosok yang selama ini mendedikasikan perihal kegunungan di Nusantara. Penelitian ini dianggap memiliki kontribusi berharga bagi peradaban Nusantara.
Perhelatan kebudayaan yang dilakukan berturut-turut tiap tahun ini dimaksudkan semata untuk meningkatkan marwah kebudayaan Nusantara. Kebudayaan di Nusantara merupakan budaya yang terus-menerus hidup dalam proses saling negosiasi di antara beragam pengaruh yang ada. Dalam proses tawar-menawar dan berlangsung ribuan tahun itu terdapat jejak yang masih dilacak untuk mencari garis evolusinya. Cakupan kebudayaan di Asia Tenggara ini merentang sebelum masehi hingga kini.
Di sinilah posisi BWCF untuk menelisik kembali dan membincangkan kembali peradaban di Nusantara. Dalam BWCF segala topik mengenai Nusantara menjadi penting dan berguna dalam menyusun lanskap peradaban Nusantara. Pada titik ini diharapkan menimbulkan kebanggaan, penghormatan, pemeliharaan, dan pemanfaatan bagi kehidupan yang lebih baik bagi kebudayaan Nusantara.
Dalam BWCF 2015 akan tampil I Made Geria (arkeolog), Indyo Pratomo (geolog), Sugeng Riyanto (arkeolog), Danny Hilman Natawidjaja (geolog), Sutikno Bronto (geolog), dan Lutfi Yondri (geolog), Hadi Sidomulyo (sejarawan dan ahli konservasiheritage), Ayu Sutarto (pakar tradisi lisan), Hawe Setiawan(akademisi), M. Subagyo (peneliti naskah), Ahmad Arif (jurnalis kebencanaan), Agus Aris Mundandar(akedemisi/arkeolog), Eka Budianta (penyair), Joko Pinurbo (penyair), Gunawan Maryanto (dramawan/penyair).
Perhelatan kerjasama ini merupakan upaya mengangkat khazanah pengetahuan dan peradaban Nusantara ini mengambil inspirasi Candi Borobudur sebagai “source of learning”, mengangkat nilai-nilai filosofi di baliknya. Festival 3 hari ini dihadiri pelbagai pihak lintas ilmu dan disiplin antara lain para budayawan, Sastrawan, akademisi di dalam maupun luar negeri, peneliti, jurnalis, penulis, novelis, penyair, seniman, musisi, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat pemerhati sejarah Nusantara – di mana acara tahunan merangkul hadirin untuk saling bertukar pemikiran, bertukar karya buku, dan yang tidak kalah penting adalah memperkukuh persahabatan di antara sesama.
Acara diawali dengan temu pembicara di Hotel Inna Garuda, Malioboro Yogyakarta bekerjasama dengan Inna Group pada 12 November. Kemudian acara inti pada 13-14 November dilanjutkan di Magelang yaitu di Hotel Manohara-TWC Candi Borobudur, wilayah Desa Krandegan di Gunung Sumbing serta Rumah Semar dengan mengeglar seminar, pentas musik, seni gunung, pembacaan puisi, pemutaran film, pameran foto, pesta buku, dan pemberian penghargaan.
Seminar terbagi dalam tiga sesi dengan fokus gunung. Sesi pertama diawali dengan topik “Letusan Gunung dan Peradaban di Nusantara”. Sesi ini membahas peradaban yang terkubur akibat letusan Gunung Tambora di NTT, Gunung Merapi di Jawa Tengah, dan misteri kawah raksasa Toba di Sumatera Utara. Sesi kedua topik tentang “Gunung Padang dan Kontroversinya”. Sesi ini hendak membincang perbedaan temuan Gunung Padang sebagai kultur peradaban tinggi atau nature alias buatan alam. Dua pandangan yang berbeda ini hendak disampaikan dalam forum ini dengan bukti-bukti yang secara akademis sama-sama kuat. Kemudian sesi ketiga topiknya tentang “Mitologi dan Gunung di Nusantara”. Sesi ini akan mendiskusikan makna-makna terkait gunung di nusantara. Peradaban gunung secara arkaik telah lama menjelma ke dalam praktik-praktik kehidupan masyarakat Nusantara. Sesi ini akan memaparkan beragam budaya gunung dari pelbagai tempat di Nusantara.
Topik gunung dan peradaban di Nusantara ini diperkuat pada pameran foto bekerjasama dengan Bentara Budaya. Pameran ini memajang foto-foto Gunung Tambora di NTT dan Gunung Penanggungan di Jawa Timur. Gunung Tambora merupakan gunung dengan letusan kuat yang dalam riwayatnya memusnahkan sebuah puah peradaban di sekelilingnya dan kegelapan di Eropa selama 2 tahun. Sedangkan Gunung Penanggungan merupakan pusat kosmis kehidupan spiritual pada masa Majapahit.
Yang menarik dari BWCF adanya kegiatan berangkat bersama menuju pedalaman desa di kaki Gunung dan pertunjukan “Seni Gunung”dari Komunitas Lima Gunung. Menjadi bagian dari kesenian di Desa Krandegan yang diselenggarakan di Gunung Sumbing mengajak semua yang hadir mengalami ungkapan kegunungan lewat seni rakyat. Di sana akan terlihat gunung dari masa lampau hingga kini menyimpan letupan-letupan budaya yang energik. Di sana juga akan dilantunkan sajak-sajak yang mengungkapkan kegunungan dalam “Puisi Gunung”.
Di ujung perhelatan BWCF 2015 akan diserahkan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada sosok yang selama ini mendedikasikan perihal kegunungan di Nusantara. Penelitian ini dianggap memiliki kontribusi berharga bagi peradaban Nusantara.
Perhelatan kebudayaan yang dilakukan berturut-turut tiap tahun ini dimaksudkan semata untuk meningkatkan marwah kebudayaan Nusantara. Kebudayaan di Nusantara merupakan budaya yang terus-menerus hidup dalam proses saling negosiasi di antara beragam pengaruh yang ada. Dalam proses tawar-menawar dan berlangsung ribuan tahun itu terdapat jejak yang masih dilacak untuk mencari garis evolusinya. Cakupan kebudayaan di Asia Tenggara ini merentang sebelum masehi hingga kini.
Di sinilah posisi BWCF untuk menelisik kembali dan membincangkan kembali peradaban di Nusantara. Dalam BWCF segala topik mengenai Nusantara menjadi penting dan berguna dalam menyusun lanskap peradaban Nusantara. Pada titik ini diharapkan menimbulkan kebanggaan, penghormatan, pemeliharaan, dan pemanfaatan bagi kehidupan yang lebih baik bagi kebudayaan Nusantara.
Dalam BWCF 2015 akan tampil I Made Geria (arkeolog), Indyo Pratomo (geolog), Sugeng Riyanto (arkeolog), Danny Hilman Natawidjaja (geolog), Sutikno Bronto (geolog), dan Lutfi Yondri (geolog), Hadi Sidomulyo (sejarawan dan ahli konservasiheritage), Ayu Sutarto (pakar tradisi lisan), Hawe Setiawan(akademisi), M. Subagyo (peneliti naskah), Ahmad Arif (jurnalis kebencanaan), Agus Aris Mundandar(akedemisi/arkeolog), Eka Budianta (penyair), Joko Pinurbo (penyair), Gunawan Maryanto (dramawan/penyair).
No comments